Senin, 21 Oktober 2013

Mitos Baru Klinting Nyata di Rawa Pening

Mitos Baru Klinting Nyata di Rawa Pening

Photobucket
Konon Rawa pening dimulai dari sebuah mitos yang turun-temurun diwariskan menjadi sebuah kearifan lokal. Awal mula Rawa Pening dimulai dari Legenda Baru Klinting, yang dikisahkan sebagai anak kecil yang sakti, namun memiliki wajah yang buruk rupa sehingga menjadi bahan ejekan anak sebayanya. Hanya seorang Janda yang mau menerima keberadaan baru Klinting. Suatu saat Baru Klinting berpesan kepada Janda tersebut agar naik lesung “penumbuk padi” disaat mendengar kentongan. Kemudian Baru Klinting menjuju pelataran dan mengadakan sayembara, siapa yang bisa mencabut lidi yang ditancapkannya.
Tak satupun anak-anak yang bisa mencabut lidi yang ditancapkan Baru Klinting. Orang dewasa tak mau kalah juga, lalu satu persatu mencoba mencabut lidi tersebut, namun semuanya gagal. Akhirnya Baru Klinting yang mencabut lidi tersebut lalu setelah tercabut keluarlah semburan air yang semakin membesar. Usai mencabut lidi lalu Baru Klinting berlari sambil membunyikan kentongan dan akhirnya semua warga tenggelam dan hanya Janda tersebut yang selamat dengan naik lesung. Genangan airpun meluas dan menjadi sebuah danau yang jernih airnya yang disebut Rawa Pening.
Photobucket
Saat ini Rawa Pening menjadi penopang beberapa aspek kehidupan dengan kelimpahan sumber daya alamnya. Sektor wisata, pertanian, pengelolaan energi hingga perikanan sepenuhnya tergantung kepada danau seluas 2.670ha. Dikelilingi perbukitan dan berlatar gunung seolah sebagai tandon air yang tak pernah kering. Sawah disekitar danau menjadi bukti, betapa berjasanya Rawa Pening dalam mendukung sektor wisata. Karamba apung dan banyaknya nelayan yang hilir mudik di sisi-sisi danau menunjukan adanya sumber kehidupan dikedalaman air, Di outlet Rawa Pening sudah dihadang sebuah bendungan yang mengubah energi potensial air menjadi listrik dengan turbin-turbin generatornya.
Photobucket
Danau dengan sejarah yang panjang, hingga ada bukti nyata kejayaan masa lalu. Disisi utara danau, hamparan besi berjajar kokoh terpancang. Rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Ambarawa dengan Stasiun Tuntang membingkai sisi utara danau. Jikan anda beruntung maka bisa disaksikan Salah satu lokomotif dengan kode B 2503 buatan Maschinenfabriek Esslingen melintas dengan kepulan asap hitamnya. Lokomotif langaka hanya tinggal 3 yang masih tersisa di dunia yang saat ini selain di Swiss dan India.
Kurang lengkap rasanya jika tidak melirik flora dan fauna yang menghuni Rawa Pening. Salah satu flora yang menjadi buah simalakama bagai perairan Rawa Pening adalah Eceng Gondok (Eichornia crassipes). Eceng gondong dengan perkembangbiakan vegetatif menjadi ledakan disaat menutupi sebagian besar permukaan danau. VOlume air dapat dengan mudah disedot kepermukaan lewat laju transpirasi yang 7kali lebih cepat oleh Eceng Gondok, selain itu penetrasi cahaya ke dalam danau juga terhambat. Disisi lain Eceng Gondok dimanfaatkan sebagai kerajinan, pupuk, dan tempat naungan ikan.
Photobucket
Untuk keseimbangan ekositem rawa, maka Flora lain seperti Salvinia (Salvinia natans), Kangkung (Ipomoea reptans), Azola, Hidrilia dan aneka tanaman air menjadi penghuni tetap rawa. Berbagai fauna, seperti Biawak (Varanus salvator), burung kuntul (Bubulus coromandus), Bulus (Cylemis amboinensis), dan beraneka macam ikan air tawar. Mata mungkin akan terpana dengan hilir mudik burung kuntul yang tak canggung melintas diatas perahu nelayan. Andaikata ditelusuri lebih dalam lagi maka beberapa spesies eksotis masih bisa ditemui di danau indah ini.
Realitanya 19 anak sungai menjadi masukan air bagi Rawa Pening, dan hanya 1 sungai yang menjadi jalan keluar. Masuknya air yang menuju Rawa Pening bukanlah air sungai yang bersih, namun membawa material-material yang ikut larut dan terbawa arus sungai. Sungai-sungai yang menjadi masukan air Rawa Pening dimanfaatkan oleh masarakat yang tinggal disekitar sungai. Aktivitas rumah tangga hingga pertanian telah berkontribusi menyumbangkan material terlarut dalam perairan sungai yang selanjutnya terbawa arus menuju Rawa Pening. Limbah rumah tangga, seperti deterjen, kotoran, hingga sampah menjadi material yang ditemukan sepanjang sungai. Dari aktivitas pertanian juga memberikan sumbangsih terhadap bahan-bahan pencemar, seperti pestisida, limbah pertanian dan sisa pemupukan yang berlebihan.
Kini semua tergantung tangan manusia mau dibawa kemana aliran kelestarian Rawa Pening. Jika tindakan manusia layaknya mitos Baru Klinting yang tidak diterima penduduk dengan ramah dan selalu menyakiti alam dengan segala keberadaanya, niscaya lidi bencana akan tercabut dengan sendirinya. Akankah lidi konservasi ikut akan terus tertanam demi generasi mendatang, atau ramai-ramai dicabut dengan alasan perut dan ekonomi,Ditangan kita lidi tersebut tertancap, niscaya dengan keramahan kita buat generasi mendatang agar tetap bisa menikmati pesona Baru Klinting.

Nyai Roro Kidul - Ratu Laut Selatan

Nyai Roro Kidul - Ratu Laut Selatan

Ratu Pantai Selatan, atau lebih dikenal dengan Nyai Roro Kidul merupakan mitos yang berasal dari Jawa. Cerita di mana sang ratu memiliki kekuatan gaib dhasyat hingga kemegahan kerajaan bawah laut sudah melekat di masyarakat. Mari kita cari tahu asal muasal cerita mitos ini (versi Jawa Barat).
Dewi Kadita, yang dipercaya adalah Nyai Roro Kidul adalah seorang putri raja dari kerajaan Pajajaran. Raja sangat menyayangi putri semata wayang-nya. Akan tetapi yang namanya raja, akan tetap berharap mempunyai keturunan seorang anak laki-laki. Suatu ketika, keinginan besar dari sang raja dikabulkan setelah beliau menikah dengan Dewi Mutiara.
Dewi Mutiara karena telah merasa telah memberikan kebahagiaan untuk sang raja, mempunyai ambisi besar untuk menjadikan anak laki-lakinya penerus tunggal kerajaan. Ia pun mencari cara agar Dewi Kadita diusir dari kerajaan. Bujuk rayu dilancarkan kepada sang raja, namun tetap saja gagal karena sang raja terlalu sayang kepada putrinya. Dan Niat buruk Dewi Mutiara tidak berhenti sampai di situ.
Selang beberapa waktu, dipanggilah salah seorang tukang sihir terkenal oleh Dewi Mutiara. Sang dewi menyuruh dengan imbalan besar kepada si penyihir untuk memberi guna-guna kepada Dewi Kadita. Dan diceritakan berhasilah si penyihir menuruti perintah Dewi Mutiara. Sihirnya menyebabkan sang putri terkena penyakit yang menjijikan. Tubuh yang dulu cantik berubah tumbuh kudis dan bernanah.
Hancur hati sang Raja setelah mendengar penyakit yang diderita putri tunggalnya. Dengan bujukan dari Dewi Mutiara dan nasib nama baik kerajaannya, sang raja terpaksa mengusir putri Kadita keluar dari istana pajajaran. Dan pergilah sang putri tanpa seseorang pun menemani.
Diceritakan hampir tujuh hari tujuh malam sang putri berjalan, dan akhirnya sampai ke tepi pantai di daerah selatan. Dalam keputusasaannya sang putri mendengar ada yang memanggil untuk tenggelam ke laut biru tersebut. Namun keajaiban terjadi, penyakit kulit yang dideritanya hilang seketika. Kulitnya menjadi seperti dulu kala dan lebih cantik. Dan bukan hanya itu, Dewi Kadita mendapat anugerah kekuatan untuk menguasai Seluruh Samudera Selatan.
Di jogjakarta sendiri, Raja Mataran bernama Panembahan Senopati konon memperistri Sang Ratu Selatan. Sang ratu berjanji akan melindungi kerajaan Mataram sebagai imbalannya. Dan konon perjanjian pernikahan tersebut diwariskan kepada keturunannya hingga sekarang. Terdapat adat Lelabuhan untuk menghormati Sang Ratu yang diadakan setiap tanggal 1 Suro.
Nyai Roro Kidul digambarkan menyukai bunga melati dan warna hijau. Itu sebabnya ada larangan untuk mengenakan atribut berwarna hijau di sepanjang pantai selatan. Bahkan di beberapa hotel seperti Grand Bali Beach dan Hotel Inna Samudra Beach telah menyiapkan kamar khusus untuk penghormatan kepada Sang Ratu cantik ini.







Nah… itulah cerita mitos tentang Nyai Roro Kidul - Ratu Laut Selatan yang beredar di tanah jawa, hal yang perlu dijadikan kesimpulan adalah, tidak perlu pusing-pusing memikirkan kebenaran dari cerita ini. Yang terpenting adalah tindakan kita sebagai manusia yang tetap percaya kepada-Nya dengan menjaga kelestarian alam khususnya di daerah pantai. Dengan begitu kenyamanan akan tetap ada.

Senin, 07 Oktober 2013

Perlintasan Mbah Ruwet

Perlintasan KA Mbah Ruwet renggut 16 korban jiwa

Perlintasan kereta api tanpa palang kembali memakan korban. Kali ini bus yang membawa rombongan pengantin disambar ka Pramex 759 jurusan Solo-Yogyakarta di Jombor Klaten Jawa Tengah Minggu (5/7) siang sekitar pukul 10.33. Sebanyak 16 penumpang bus tewas dan belasan lainnya luka parah.
Rombongan tersebut akan menghadiri hajatan di Dusun Sragon, Desa Mlese, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten.
Menurut salah satu korban selamat, Jarot, sesaat sebelum tabrakan bus sempat berhenti di perlintasan karena ada sepeda motor mogok di depannya. Saat motor berhasil melintas, giliran bus yang mogok. Pada saat itu kereta api melaju dan langsung menabrak hingga bus terseret sekitar 500 meter.
Seluruh penumpang yang jumlahnya sekitar 30 orang tidak sempat menyelamatkan diri. Pengendara sepeda motor yang sebelumnya mogok dan berada di lintasan rel pun tersambar.
Pejabat Humas PT KAI Daops VI Yogyakarta, Eko Budiyanto, saat diminta konfirmasi mengenai kronologis kecelakaan tersebut menjelaskan lintasan kereta api Mbah Ruwet tidak ada penjaganya karena merupakan lintasan liar yang tidak dikelola oleh PT Kereta Api.
“Kecelakaan terjadi ketika sebuah mini bus berpelat nomor AD 1444 BE yang penuh penumpang melintasi lintasan kereta api ketika pada saat yang sama melintas Pramex. Diduga hal itu karena kelalaian,” kata Eko.
Menurut Eko, korban tabrakan kereta api dan bus tersebut kemudian dibawa ke Rumah Sakit Suraji Tirto Negoro Tegalyoso dan Rumah Sakit Islam Klaten. Catatan sementara dari PT KAI, korban meninggal dalam kejadian itu 16 penumpang dan 6 lainnya luka berat
“Akibat dari tabrakan itu sempat mengakibatkan satu gerbong kereta api Pramex masih berada di lokasi karena dua as roda gerbong tersebut anjlok dari rel,” katanya.
Sumber lain menyebutkan mini bus tertabrak Pramex karena membawa penumpang dalam jumlah banyak, akibatnya saat melintas di perlintasan kereta api tidak bisa berjalan dengan cepat.
Totok Subagyo, petugas keamanan RSUD Suraji Tirto Negoro Klaten, saat dihubungi mengatakan korban meninggal semuanya warga Dusun Bronto, Desa Janti, Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen. Korban meninggal antara lain Siswo Sumanto (60), Nur Laila (40), Wahyuni (15), Budi (39), Sumiyati, Trio (11), Wagiyem (50), Painem (60), Painem (60), Tinem (55), Legiyem (60) dan Tumiyem (40).
Sementara itu, berdasarkan keterangan dari petugas jaga di Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Islam Klaten, Sri Berlianti, para korban yang sempat dibawa ke Rumah Sakit Islam Klaten sebanyak 12 korban, dua di antaranya meninggal dunia sedang yang lain mengalami kondisi luka berat serta kritis
“Korban sempat dibawa kesini, sedangkan yang meninggalkan memang dibawa ke Rumah Sakit Tegalyoso Klaten. Lukanya luka cukup berat dari patah tulang hingga luka terbuka karena terhimpit dan benturan saat terjadi kecelakaan,” ungkapnya. (gna-kabarsoloraya.com/joe-The Real Jogja)
  
 

Cerita Mengusir Pocong dengan Sapu Lidi

Cerita Mengusir Hantu Pocong dengan Sapu Lidi

Cerita tentang hantu memang mengasyikkan. Terlepas percaya atau tidanya tentang adanya hantu, namun banyak orang mengaku telah pernah melihat hantu. Cerita Mengusir Hantu Pocong dengan Sapu Lidi ini diangkat dari sebuah peristiwa yang dialami oleh Deny dan Istrinya.  Peristiwa ini terjadi sekitar 15 tahun lalu di sebuah desa kecil di di daerah Kanigoro, wilayah kabupaten Blitar, Jawa Timur, tempat Deny dan istrinya tinggal. Berikut ini adalah Cerita Mengusir Hantu Pocong dengan Sapu Lidi, cerita kiriman dari Deny di Blitar.

Sebelumya perkenalkan nama saya Deny.  Saat ini saya berusia 45 tahun.  Saya dan istri saya tinggal di daerah Kanogoro, Blitar, Jawa Timur.  Kali ini saya akan berbagi cerita tentang pengalaman bertemu hantu pocong.  Kalau cerita bertemu hantu, sebenarnya saya termasuk orang yang tidak jarang bertemu dengan berbagai jenis hantu. Cerita saya bertemu hantu pocong ini adalah kisah nyata yang terjadi pada 15 tahun yang lalu.  Kejadiannya pada waktu malam sekitar jam 10 malam di depan rumah saya.



Kampung kami memang waktu itu masih sangat sepi, masih banyak kebun dan pohon-pohon  besar dan tinggi.  Jumlah rumah juga masih sedikit dan terpencar-pencar, jalanan gelap di waktu malam karena belum ada penerangan jalan, berbagai macam hantu seperti pocong, gondoruwo, wewe gombel dan lain sebagainya juga sering menampakkan diri. Tidak seperti sekarang, kampung kami sudah ramai, rumah penduduk juga sudah banyak, pohon-pohon besar juga tinggal beberapa batang saja, jalanan sudah terang benderang sehingga para hantu itu juga jarang bahkan sudah lama tidak menampakkan diri, mungkin gerah atau malu barangkali.

Waktu itu saya sedang duduk di teras sambil ngobrol cerita sana-sini dengan istri saya serta mas Giman, tetangga rumah. Waktu itu saya dan mas Giman adalah penduduk baru di kampung itu. Saat lagi asik-asiknya ngobrol, mas Giman yang duduknya menghadap ke arah kebun yang rimbun dengan pepohonan besar terllihat gagap sambil menunjuk ke arah kebun itu, “ono opo mas”, tanyaku kepada mas Giman “ppppp” jawab mas Giman tidak jelas, lalu saya dan istri saya menengok ke arah yang ditunjuk mas Giman, ternyata ada hantu pocong di bawah pohon trembesi besar di kebun itu. “ooo, ono pocong to, yo wis ben to, wis biasa nang kono iku mas, ora usah kaget ”, kata istri saya yang juga melihat hantu pocong itu.  Akhirnya kami ajak mas Giman masuk ke ruang tamu dan kami tenangkan.

Sekitar limabelas menit beselang dari saat masuk ruang tamu, saya dengar di luar ada teriakan-teriakan, ada yang berteriak “toloooong-tolooooong”, ada yang berteriak “pocooong-pocooong”, dan ada yang berteriak “kursiiii-kursiiiii”, lalu saya dan istri saya keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi, Astaghfirullah, ternyata beberapa ibu-ibu yang pulang dari pengajian ketakutan melihat hantu pocong tadi yang kini ada di pinggir jalan yang mereka lalui.  Dengan cepat istri saya mengambil sapu lidi di halaman rumah kemudian dia menghampiri hantu pocong itu sambil dan memukul hantu pocong itu dengan sapu lidi sambil berteriak “rono, miriho, rono, rono (sana, menyingkirlah, sana, sana -red)“, lalu hantu pocong itupun pergi menghilang.

Setelah hanttu pocong itu menghilang, kami ajak ibu-ibu itu masuk rumah untuk kemi beri minum aga ternang.  Setelah tenang, saya bertanya kepada mereka “tadi ada yang teriak kursi kursi tadi siapa bu?”, tanya saya. “Kulo mas Deni, maksude kulo ajeng maos ayat kursi tapi mboten saget kewoco, sing medal malah kursi kursi mawon (saya mas Deny, maksudnya saya mau baca ayat kursi buat ngusir hantu pocong itu, tapi gak bisa kebaca, yang keluar malah kursi kusri saja)”, Jawab Bu Lastri, karuan saja kami yang di situ jadi tertawa dibuatnya.

Ya, mungkin sama dengan saya, istri saya juga tidak pernah merasa takut dengan penampakan hantu.  Dia pernah cerita kepada saya bahwa sejak kecil dia sudah terbiasa melihat hantu. Saya sendiri juga begitu.  Bagi saya, hantu juga makhluk Tuhan, sama seperti saya, dan sampai saat ini saya belum pernah mendengar ada orang meninggal karena digigit hantu.  Jadi menurut saya tidak ada alasan untuk takut kepada hantu, buktinya, jika kita berani seperti yang sudah dilakukan oleh istri saya, ternyata hantu yang takut kepada kita.

Demikianlah Cerita Mengusir Hantu Pocong dengan Sapu Lidi dari saya, semoga dapat menghibur anda. Lain waktu saya diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menulis cerita lagi buat para pembaca cerita mistik tercinta.  Salam dari saya, Satpam Terkenal..Klaten

Rumah Pondok Indah

Rumah Pondok Indah

Perjalanan pertama adalah ke Rumah Hantu Pondok Indah. Sebenarnya, rumah ini telah digusur sekitar tahun 2008 dan hanya tinggal kebun dengan semak belukar yang tak terurus. Patokannya, di Jl Metro Pondok Indah dekat dengan bundaran Pondok Indah yang menuju ke arah Kebayoran dan terletak persis di pinggir jalan.

Menurut cerita yang beredar di masyarakat, dulu ada pedagang nasi goreng yang sedang berjualan di depan rumah tersebut. Tiba-tiba, penghuni rumah minta dibuatkan nasi goreng dan dibawakan ke dalam rumah. Padahal, rumah itu kosong. Kemudian, pedagang nasi goreng tidak kembali lagi dan hanya tinggal gerobaknya saja.

"Itu hanya cerita yang dibuat-buat saja. Masyarakat di sini juga kaget ada cerita seperti itu. Kita hidup tenang-tenang saja dan saya kalau malam nongkrong di dekat sana tidak ada apa-apa," ujar Djoko, warga pendatang dari Boyolali yang sudah menetap dari tahun 1993 di Pondok Indah.

Djoko menerangkan, cerita tersebut sudah berkembang sejak tahun 1998 saat rumah tersebut masih berdiri dan sudah kosong. Namun hingga saat ini, masyarakat sekitar tidak pernah melihat yang aneh-aneh di sana.

"Malah, dulu ada maling yang ketangkap di sana. Rupanya di situ jadi tempat maling menimbun lampu-lampu hias yang diambil dari rumah-rumah mewah di sini. Sekarang sudah tinggal kebun dan jadi tempat pembuangan sampah," kata Djoko.

Djoko benar-benar menyayangkan cerita yang dibuat mengada-ada tersebut. Meski demikian, masyarakat sekitar tidak cemas akan Rumah Hantu Pondok Indah itu. Untuk soal pedagang nasi goreng, Djoko mengungkapkan fakta yang mencengangkan!

"Saya kenal kok dengan pedagang-pedagang nasi goreng di sini. Pernah, kita kumpulin mereka semua dan tanya satu-satu, temanmu ada yang hilang tidak? Mereka bilang tidak ada yang hilang, lengkap semua," ungkap Djoko.

Versi lain mengungkapkan, penghuni rumah yang dianggap angker itu dibunuh oleh kawanan perampok. Tapi lagi-lagi, cerita tersebut hanyalah rumor yang tidak ada faktanya. Slamet, pekerja di salah satu rumah di dekat rumah hantu tersebut hanya geleng-geleng kepala.

"Bingung orang bisa dapat cerita itu dari mana. Teman-teman saya yang sudah puluhan tahun kerja di sini juga heran ada cerita seperti itu. Tidak ada pembunuhan atau perkosaan seperti yang kayak film-film itu," ketus Slamet.